Nobu Bersama Bapak dan Komunitas Mulih |
Aku tidak pernah menyangka, hidupku berubah 180 derajat di tahun
2018. Perasaan bahagia, tantangan baru di tengah rasa haru maupun sedikit
cemas. Semua dimulai dari awal tahun.
Setelah setahun menikah, akhirnya pertemuan sel telur dan sperma
kami berdua membuahkan hasil. Tespack menunjukkan garis 2 di bulan Juni 2017.
Bahagia, karena akan kedatangan seseorang di antara kami berdua.
Saat berada di dalam perut, dia kami rawat sepenuh hati walau
jujur ada masa-masa dimana aku merasa sulit sekali menjalani kehamilan namun
semua harus dijalani dengan senang.
Sampailah di bulan Januari 2018, si calon bayi ini sudah
memasuki 32 minggu. Kami yang saat itu tinggal di Jakarta, sudah mulai
mempersiapkan kehadirannya. Namun ternyata tiba-tiba kami harus pindah dari Jakarta.
Kami mesti terbang ke Prabumulih, Sumatera Selatan, tanah kelahiran suami
karena suatu urusan. Niatnya, sampai usia si calon bayi 3 bulan kita akan
kembali ke Jakarta.
Sesampainya di Prabumulih, aku menjadi gagap budaya. Terlebih
lagi karena sedang hamil tua. Saat di Jakarta, aku bisa bebas pergi ke sana
kemari tanpa batasan waktu, di sini ada aturan seseorang yang sedang hamil atau
baru melahirkan kurang dari 40 hari tidak boleh pergi keluar rumah setelah
Magrib. Bahkan duduk di depan teras rumahpun juga tidak boleh. Alasannya lebih
ke alasan mistis ketimbang alasan logis.
Ada satu cerita lucu saat berada di kota penghasil nanas ini.
Saat sedang hamil tua, entah kenapa aku selalu bertemu orang gila. Asli, itu
aneh banget! Bahkan ada yang sampai teriak-teriak “hei kau wong bunting!” dan
mengejarku. Untung saat itu sedang jalan sore dengan ponakan tetapi ponakan
mengendarai motor. Jadi saat si orang gila itu mengejar, aku langsung naik ke
motor dan kabur.
Februari 2018, si calon bayi mulai nggak betah di dalam perut.
Dia mulai bersiap keluar dari perutku. Mau melahirkan itu rasanya memang campur
aduk. Sebetulnya semua berjalan lancar, kecuali yang sampai sekarang masih
kerasa sedikit trauma adalah saat "diubek2" suster ngecek pembukaan.
Beuuuh rasanya...
Si calon bayi ini sepertinya pintar cari momen untuk hadir ke
dunia. Dia lahir tepat di hari kasih sayang, 14 Februari 2018. Kami
menamakannya Mahatani Masanobu Radjam, seorang bocah lanang yang dipanggil
dengan panggilan Nobu.
Kelahiran Nobu, membawa warna bagi hidup kami berdua. Bahagia,
pasti. Namun ternyata menjadi Ibu tidaklah mudah. Banyak tantangan yang aku
hadapi. Apalagi aku kekeuh untuk full ASI eksklusif tetapi lingkunganku selalu
mendesak untuk menambahkan susu formula. Aku yang keras kepala tetap memberi
Nobu ASI dan menutup telinga rapat-rapat.
Kembali ke rencana kami pindah sementara ke Prabumulih sampai
Nobu usia 3 atau 4 bulan dan kami kembali ke Jakarta setelah itu. Ternyata,
rencana kami ada saja halangannya. Setelah Nobu genap 3 bulan kami berpikir
untuk meneruskan tinggal di sini sampai lebaran. Setelah lebaran usai dan kami
siap ke Jakarta, aku, Nobu dan Bapak Nobu sakit berbarengan. Kembali, kami
gagal balik Jakarta.
Ada rasa rindu kembali ke Ibukota, walau aku tidak rindu dengan
kemacetannya. Di sini walau ada keluarga suami, tetapi kadang aku merasa bosan
dan kesepian karena jauh dari teman-teman di Jakarta maupun orangtua. Kegiatan
yang aku lakukan pun hanya berkutat dengan kegiatan rumah tangga dan mengurus
anak. Mau pergi-pergi agak sulit. Jujur, aku merasa lumayan bosan. Tetapi
ternyata, keputusan akhir adalah kami menetap di kota kecil yang jaraknya
tidak jauh dari Palembang. Alasannya, suami mendapat pekerjaan di sini. Dan,
aku resmi menjadi Ibu Rumah Tangga.
Jujur, jadi Ibu rumah tangga itu memang luar biasa! Luar biasa
dari segala sisi dan awalnya aku ragu dengan kemampuanku menjadi seorang Ibu
rumah tangga. Ternyata setelah dijalani,
aku bisa mengalahkan keraguan akan kemampuanku.
Tinggal di kota kecil yang jauh dari hingar bingar
ibukota ini ternyata sebuah kemewahan. Kenapa?
Karena kami bisa pergi kesana kemari tanpa harus pusing menembus
kemacetan, Bapaknya Nobu juga masih bisa bermain dengan Nobu di siang hari
walau dia tetap melakukan pekerjaannya dan beruntung aku menjadi Ibu Rumah
Tangga di sini karena aku bisa mengikuti tumbuh kembang anakku yang hanya bisa
dirasakan sekali seumur hidup.
Kami rasa, kami juga
bisa memberikan hal yang baik untuk anak kami kelak. Udara yang bersih, makanan
yang terjamin alami karena beberapa makanan kami tanam sendiri.
Segala kegiatan yang berhubungan dengan Nobu selalu aku rekam
dalam kamera ponselku. Dari mulai ia lahir sampai saat ini dia sudah mulai
makan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Karena ponselku ini sudah lumayan
dibilang jadul di jaman now, kepinginnya sih ganti ponsel pintar yang lebih
canggih, yang mempunyai kapasitas penyimpanan besar. 128 GB cukuplah! Nggak
hanya itu aja, kamera juga butuh yang diperkuat AI. Jadi setiap momen yang
diabadikan makin kece dengan kamera yang canggih.
Walaupun Ibu Rumah Tangga, ponsel pintarnya tetep harus punya
desain yang keren dong biar nggak malu-maluin dan yang pasti, emak-emak kan
kadang jenuh juga kalau berkutat ngurusin rumah dan anak terus, jadi boleh lah
main game di ponsel. Aku suka main The Sims di ponsel, tetapi karena ponsel
sekarang memorynya sudah overload jadi udah nggak bisa lagi main The Sims.
Huhu. Butuh juga sih ponsel yang memiliki GPU Turbo biar bisa main The Sims
lagi dan nggak nge-lag.
Jadi, apabila bisa
memiliki ponsel pintar besutan Huawei terbaru, yaitu Huawei Nova 3i berguna
banget untukku sebagai seorang Mamak untuk tetap up to date dan khususnya tidak ingin melepas momen-momen terbaik
perkembangan Nobu agar terus terbidik maupun terekam oleh mata kamera. Apalagi
ponsel ini memiliki 4 kamera AI, 2 didepan yaitu 24 MP+2 MP dan 2 di belakang
yaitu 16 MP+2 MP yang pastinya bakal membuat foto-foto kegiatan Nobu jadi
semakin kece.
No comments