Album 3500Hz |
Sudah lama tidak menonton maupun mendengar musik band-band indie baru setelah punya anak dan Pindah ke tanah Sumatera, tiba-tiba suami memberikan sebuah CD berwarna abu-abu bertulis sambung 3500Hz yang katanya ia dapat dari launching album kawannya yang juga vokalis band tersebut. Saya baca, nama bandnya "Hutan Tropis".
Minggu lalu mereka memang baru launching album. Sebelumnya jujur saya belum pernah mendengar Band Hutan Tropis. Biasanya band-band yang awam di telinga mengenai isu lingkungan atau isu sosialnya paling Navicula, Dialog Dini Hari, Efek Rumah Kaca atau band baru asal Surabaya, Silampukau. Selama ini memang jarang mendengar band indie asal Sumatera.
Penasaran dengan lagu di album baru mereka, akhirnya saya setel CD tersebut di laptop. Pertama dengar langsung nyambung di telinga. Untuk lagu yang berjudul "Pergi", terdengar suara akordion khas Melayu bercampur dengan alunan gitar yang folkie enak banget didengar! Lirik-lirik mereka juga menggelitik telinga dengan syair-syair isu lingkungan, di Sumatera Selatan khususnya. Ada pula lirik yang mengkritik tentang Pasar Tradisional Cinde di Palembang yang saat ini dijadikan pasar modern, dengan judul lagu Pasar Ini Telah Musnah. Kalau ingin mendengar petikan gitar khas Pagar Alam yang disebut petikan Angin Ribut dengarkan lagu yang berjudul Dempo.
Rabu 11 September lalu, mereka berkunjung ke Prabumulih dalam rangka Hutantropis Keliling. Mereka membuat workshop dan rekaman lagu on the spot bersama Komunitas MULIH (Menanam Untuk Lingkungan Hijau), komunitas lingkungan anak muda Prabumulih di pinggir sungai Kelekar.
Nobu ikut sesi rekaman bersama Komunitas Mulih untuk #hutantropiskeliling |
Akhirnya ketemu juga Band Indie yang keren lagu dan liriknya asal Sumatera. Bisa lahh dipertimbangkan untuk list band wajib didengar. :D
No comments