Kekerasan terhadap anak dan perempuan sampai detik ini masih belum tuntas. Seperti halnya gunung es, kekerasan yang tidak terungkap dan tidak berani diungkap masih terjadi di sekeliling kita. Bisa jadi memang tidak terungkap atau lingkungan sekitar yang kurang peduli dan peka terhadap kasus tersebut. Dewasa ini, kehidupan urban juga menjadikan seseorang atau sekelompok orang sebagai manusia individualis menjadikan tingkat kepedulian antar sesama kian menurun. Bahkan, tidak sedikit yang lebih peduli terhadap permasalahan di luar lingkungan daripada lingkungan sekitar mereka.
Masih ingat kasus Angeline di tahun 2015? Bocah yang meregang nyawa oleh Ibu angkatnya sendiri di Bali. Menurut pengakuan tetangga dan guru, anak perempuan usia 8 tahun itu sudah terlihat janggal. Luka-luka di tubuh, pakaian lusuh dan penampilan yang tidak rapih sudah terlihat, namun gurunya masih tidak peka terhadap tanda tersebut. Mereka sadar, tetapi mereka tidak tanggap. Tidak hanya itu saja, ada beberapa kasus kekerasan terhadap anak maupun perempuan yang semestinya bisa ditanggulangi apabila masyarakat dan lingkungan sekitar sadar dan peduli.
Catatan kasus kekerasan anak, baik fisik maupun seksual menurut Komnas Perlindungan Anak, sebanyak 350 kasus lebih dari sekitar 2046 kasus di tahun 2015 adalah kasus kekerasan anak. Hal ini dapat menandakan bahwa perlindungan terhadap anak masih kurang. Perlindungan utama seorang anak seharusnya diberikan oleh orang-orang terdekat seperti orangtua, kakek-nenek, kakak atau adik maupun saudara sekitar. Namun, ketika menemukan seorang anak menjadi korban kekerasan ternyata oleh keluarga atau orang terdekat itu sendiri, maka warga sekitar atau orang-orang di sekitar lingkungan tempat tinggal atau sekolah si anak berhak untuk melindungi anak tersebut.
Pertolongan pertama pada korban kekerasan, terutama pada anak maupun perempuan tidak selamanya harus menjadi kewajiban pihak berwajib. Orang-orang sekitar juga dapat membantu korban kekerasan, dengan menjadi pendengar dan pemberi perlindungan yang baik serta dapat bekerja sama membantu korban terlepas dari tindak kekerasan, sebelum pada akhirnya membantu mereka pada para profesional yang dapat membantu menangani kasus mereka. Semua orang bisa membantu menolong korban.Orang-orang di sekitar korban bisa jadi adalah keluarga, teman yang sangat ia percaya, guru, orang yang dituakan, maupun tetangga sendiri.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu mencegah atau menolong korban kekerasan yang terjadi disekitar kita, antara lain :
- Memahami dan mengenal lingkungan sekitar
Mengenal dan memahami lingkungan sekitar itu memang penting. Berkenalan dengan orang-orang yang berada di lingkungan tempat tinggal, sekolah maupun lingkungan kerja berguna untuk diri sendiri maupun orang lain. Alasannya sederhana, karena suatu waktu yang akan membantu kita dalam keadaan darurat adalah tetangga terdekat. Begitu pula sebaliknya. Maka, dengan mengenal tetangga atau orang-orang di lingkungan terdekat dapat menimbulkan kepekaan dan kepedulian terhadap sesama.
- Kenali tanda-tanda anak atau perempuan mengalami kekerasan
Mengungkap yang tidak terungkap, adalah istilah yang tepat untuk menggali dan mengenali tanda-tanda korban kekerasan. Ada hal yang perlu diketahui, bahwa seorang anak yang mengalami kekerasan tidak semua bisa dengan mudah bercerita tentang apa yang ia alami, baik kekerasan fisik maupun seksual. Ada dua faktor umum yang menyebabkan korban tidak bisa mengungkapkan dengan mudah kekerasan yang mereka alami (terutama kasus kekerasan seksual), yaitu : masih belum memahami apa itu kekerasan seksual dan ada ancaman dari pihak pelaku. Sebagai orang yang berada di lingkungan terdekat korban, kita bisa mengamati dan mengenali hal aneh atau tidak biasa serta perubahan yang terjadi pada si anak, baik fisik maupun psikis. Apabila ada hal yang tidak wajar, tidak perlu segan untuk membantu si anak. Seperti yang terjadi pada kasus Angeline, gurunya sadar ada perubahan aneh yang terjadi pada anak tersebut tetapi guru tersebut membiarkan saja dan tidak melakukan apa-apa. Padahal, semua bisa ditanggapi dengan cepat untuk mencegah hal yang lebih fatal.
- Tidak perlu ragu dalam membantu korban kekerasan
Kekerasan anak, kekerasan perempuan maupun kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) termasuk kekerasan domestik. Biasanya, ketika menemukan seseorang yang diduga pelaku atau melihat langsung yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban kekerasan di dalam rumah tangga, kadang orang-orang di sekitarnya memilih untuk menghindar dan tidak ikut campur karena merasa tidak ada wewenang untuk membantu korban. Padahal, tindakan yang tidak wajar atau perilaku yang merugikan orang lain hingga ada korban adalah tanggung jawab kita semua. Sebagai orang terdekat, tidak perlu takut untuk melaporkan tindakan tersebut kepada yang berwajib, baik pihak RT/RW, polisi maupun bantuan hukum lain. Tidak perlu takut sebagai pelapor atau saksi, menurut Undang-undang no. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban dijelaskan bahwa setiap saksi mendapatkan hak perlindungan hukum.
- Rujukan Pelayanan Crisis Center
Untuk membantu melindungi anak yang menjadi korban kekerasan dan mengeluarkannya dari trauma, kita memang perlu bantuan dari konselor maupun psikolog. Layanan krisis terpadu atau Crisis Center anak dan perempuan adalah tempat yang dapat memberikan penanganan lanjutan.
Mengacu pada UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) no 23 tahun 2004 pasal 15 dinyatakan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
- Mencegah berlangsungnya tindak pidana
- Memberikan perlindungan kepada korban
- Memberikan pertolongan darurat
- Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
Maka dari itu, seyogyanya tindakan kekerasan, khususnya kekerasan terhadap anak dan perempuan dapat dicegah apabila orang-orang terdekat di sekitarnya tidak hanya menyadari akan tetapi dapat memberikan pertolongan pertama ketika melihat tanda-tanda kekerasan awal terjadi. Adanya pelatihan seperti yang diadakan di Perumahan Reni jaya Pamulang, Tangerang Selatan, contohnya bisa menimbulkan kesadaran dan kepedulian sesama warga sehingga dapat meminimalisir kekerasan serta memberikan keberanian untuk bertindak bantu apabila di sekitar ada seorang anak maupun perempuan korban kekerasan.
Kegiatan ini merupakan suatu rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan di bulan November-Desember 2015 lalu dan bisa menjadi contoh dalam mengakhiri kekerasan terhadap anak dan perempuan sesuai dengan salah satu program Three Ends KPPPA (End Violence Against Women and Children, End Human Trafficking dan End Barriers To Economic Justice).
Seandainya kegiatan pelatihan kepada warga mengenai pentingnya mengenal kekerasan di lingkungan sekitar dapat dilaksanakan juga di tempat lain, maka tindakan preventif kekerasan bisa terbentuk secara luas. Karena hal besar, bisa dimulai dari sesuatu yang kecil.
Artikel juga dimuat di : Kompasiana dan memenangkan lomba penulisan artikel 16 Hari Anti Kekerasan
No comments