Seandainya Saya Mati Esok

Saya selalu berpikir usia saya tidak panjang. Tetapi saya pun tak tahu kapan saya meninggalkan bumi yang manipulatif ini. Saya masih percaya Tuhan, maka untuk segala perkara termasuk kapan, dimana dan bagaimana cara saya pergi dari dunia ini saya serahkan saja padaNya.

Kadang saya berandai-andai apabila saya mati esok, apa yang akan saya lakukan saat ini maka nikmati saja keadaannya saat ini. Ya, seperti pepatah Horratius carpe diem quam minimum credula postero dan sampai saat ini saya mengamini pepatah itu. Saya ingin menuntaskan apapun di satu hari dan tidak suka mengulur-ulur, termasuk pekerjaan. Namun, kenyataan berbeda. Waktu yang berputar secara empiris itu ternyata elastis. Lebih elastis dari getah karet.

Mungkin karena elastis itu pula saya masih hidup sampai sekarang. Saya memang masih belum ingin mati sampai keinginan saya tercapai. Keinginan terpendam dari dulu sampai sekarang. Pencapaian yang apabila belum tercapai, saya akan menjadi arwah penasaran.

Tak perlulah jauh-jauh keliling dunia, saya hanya ingin keliling Indonesia dari Pulau We sampai perbatasan Papua Nugini. Apakah itu saja? Tidak. Saya masih punya keinginan lain. Tapi, seandainya saya mati bulan depan, saya ingin mewujudkannya di bulan ini.

Apakah itu mungkin? Dahulu, seseorang pernah berkata "tak ada yang tak mungkin di dunia ini selain makan kepala sendiri". Oke saya selalu berpegang dengan ucapannya.

Maka, kalau saya akan mati besok, tolong ingatkan kembali pencapaianku kepada Tuhan sebelum Ia mengundangku ke rumahNya.

Seandainya besok saya masih di bumi, maka itu bonus.

No comments