Setahun berlalu, Rani dan Dika kembali bertemu. Pertemuan
ini memang telah direncanakan, bermula dari ketidaksengajaan dua minggu yang
lalu. Rani dan Dika sudah tidak pernah berhubungan secara intensif lagi. Rani dan
Dika tidak pernah sedikitpun ada niatan untuk bertemu kembali. Rani dan Dika
menyatakan tidak akan pernah berhubungan dan menjalani hidup masing-masing.
Tetapi Tuhan akhirnya mempertemukan mereka kembali.
Tuhan? Apakah benar Tuhan yang mempertemukan mereka? Rani
bukan seorang relijius. Rani percaya Tuhan, tetapi tidak mengimani agama
manapun. Rani hanya percaya Tuhan itu satu, agama hanyalah cara manusia menyembah
Tuhan tetapi tak perlu manusia menjadikan dirinya seorang radikal demi
pembelaan agama dan aturannya. Di sisi lain, Rani pandai membaca Al-Qur’an.
Tetapi menurutnya, apalah arti fasih membaca Al-Qur’an kalau ia tidak mengimani
agama turunan orang tuanya itu. Rani percaya pernikahan. Pernikahan menjadikan
perempuan dan lelaki dapat melangsungkan kehidupan kelak. Pernikahan dapat
menciptakan dinasti sendiri. Rani mengamini hasrat seksual adalah naluri alami
setiap makhluk Tuhan yang hidup di bumi. Rani membantah pernikahan semata-mata
hanya untuk legalisasi hubungan seksual. Rani berpendapat pernikahan bukan
masalah legal ataupun ilegalnya hubungan seksual di mata Tuhan. Rani hanya percaya
cinta tidak melulu masalah seksual. Rani
percaya pernikahan tidak melulu hanya legalisasi seksual dan cinta. Materi menjadi salah satu bentuk adanya pernikahan. Rani
percaya pernikahan tidak hanya bermodalkan cinta. Rani percaya materi dapat
menciptakan suatu pernikahan. Tetapi Rani mengiyakan bahwa kekuatan cinta
sesungguhnya membutakan kebutuhan akan materi. Dan kekuatan nafsu membutakan
cinta dan materi.
Berbeda dengan Rani, Dika percaya Tuhan dan agama. Dika
percaya akan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab dan diberikan kepada
Rasul-Nya. Dika menjalankan perintah Tuhan dan sebisa mungkin menjauhi
larangan-Nya. Dika percaya pernikahan membawa kebahagiaan. Dika percaya
hubungan seksual hanya boleh dilakukan setelah seorang lelaki dan perempuan sah
di mata agama. Dika hanya percaya cinta itu adalah titipan Tuhan kepada umatNya
dan bukan untuk mengikuti keinginan nafsu belaka. Dika tetap menjaga benteng
kesucian cinta tidak dapat dicampur adukkan dengan masalah nafsu, baik seksual
maupun materi. Dika percaya cinta kepada lawan jenis adalah salah satu bentuk
cinta kepada Tuhan.
Rani bertemu Dika sekitar tiga tahun lalu. Pertemuan dimulai
di pertigaan gang depan rumah Dika. Rani berjalan lurus tanpa peduli sekitar
dan tanpa sadar ia menjatuhkan telpon genggamnya persis di depan mata Dika. Dika
saat itu baru saja keluar rumah. Dika mengambil telpon genggam milik Rani,
mengejar Rani dan memberikannya. Rani menatapnya dan berucap terima kasih,
kemudian pergi. Dika belum pernah bertemu Rani sebelumnya. Dika berpikir Rani
adalah tetangga barunya. Rani bukan tetangga baru, tetapi cucu tetangganya yang
sedang menginap selama satu bulan.
Rani berkunjung ke rumah Dika malam harinya. Rani mengucapkan
terima kasih dan memberikan makanan kepada Dika. Rani dan Dika saling
berbincang satu sama lain. Rani dan Dika merasa kembali bertemu dan berjalan
bersama di kemudian hari. Dika merasakan kupu-kupu menggelayuti perutnya ketika
ia bertemu dengan Rani. Begitupun Rani. Ia selalu tersipu, wajahnya berubah
merah muda saat berjalan dengan Dika. Rani dan Dika tidak pernah mau mengungkap
perasaan mereka. Rani dan Dika semakin intens bertemu. Rani dan Dika berpegangan
tangan setiap mereka berjalan bersama. Dika bahagia, begitupun Rani. Mereka bahagia.
***
Satu jam berlalu. Pertemuan Rani dan Dika setelah satu tahun
tidak bertemu tidak ada satupun yang memulai berbicara. Rani diam. Dika pun
memilih untuk diam juga. Hanya suara sendok dan garpu yang saling beradu dan
gigi beradu menghancurkan makanan.
Dengan mengumpulkan nyali, Dika pernah menyatakan
perasaannya kepada Rani. Dika pernah bahagia, Rani pun demikian. Ternyata
setelah Dika melontarkan perasaannya, hubungan mereka semakin intens, semua tidak sesuai dengan keinginan dan
ekspektasi. Rani tidak bahagia. Begitu pun Dika. Tawa riang wajah senang
berganti dengan kekecewaan. Dika kecewa pada dirinya, begitu pun Rani. Rani bukan
kecewa pada dirinya, tapi ternyata kesenangan semu berbuntut penyesalan. Kekecewaan
Dika membawa Rani diujung masalah. Rani merasa apa yang ia lakukan adalah cinta. Dika merasa apa yang
mereka lakukan adalah dosa. Peduli setan dosa, kembali lagi cinta tidak
butuh legalisasi, pikir Rani. Apa yang ia lakukan bukan cinta, Dika
melakukan pembenaran. Tidak ada kebahagiaan setelahnya, dan mereka
memutuskan untuk kembali menjalankan kehidupan masing-masing tanpa perlu
berhubungan.
***
Dua jam sudah pertemuan. Mereka tidak saling memandang,
hanya menghabiskan sisa sisa makanan dan minuman. Duduk berhadapan bukan
berarti mereka akan kembali seperti dahulu lagi. Dika berucap maaf tanpa
menatap Rani. Rani mengangguk. Mereka beranjak dari tempat duduk masing-masing.
Pulang.
No comments