Antara Harley, Vespa dan Mio

Tengah hari dimana matahari yang cantik sedang beringas membakar Jakarta, saya berbincang dengan teman melalui messenger. Tiba-tiba teman saya bertanya, “kalau lu di suruh pilih, mau jadi pasangan buat pasangan lu layaknya Harley atau Mio?” pertanyaan absurd di siang bolong.

Saya berpikir sejenak dan memutuskan tidak memilih keduanya. “saya pilih jadi Vespa!”

Teman saya bertanya kenapa saya memilih Vespa, padahal Vespa tidak ada di dalam pilihan yang dia utarakan. Akhirnya saya menjelaskan kenapa saya memilih menjadi kendaraan roda dua buatan Italia (walaupun sekarang banyak Vespa yang dibuat di Vietnam) tersebut.

“Harley terlalu mahal, terlalu sempurna, sedangkan gw kan manusia, manusia nggak ada yang sempurna. Kalaupun akhirnya ada yang  mendapatkan Harley, ntar perawatannya ribet, mahal, nggak bisa di bawa ke segala medan. Emang sih pasti di eman-eman* sama yang punya, tapi ntar malah di kekang. Kalau Mio, cocok buat dipakai sehari-hari, perawatannya mudah dan murah, tapi udah umum, banyak yang punya Mio. Gw kan tidak mau menjadi “umum” dan dikonsumsi umum.  Kalau Vespa di tengah-tengah laaah… Bisa dipake sehari-hari, digemari sepanjang waktu, perawatannya ga mahal banget tapi ga murah juga, kece pula walopun Vespa jadul juga masih di senangi. Cocok kan sama gw?,” saya menjelaskan panjang lebar.

Saya bertanya balik, teman saya menjawab, “gw milih Harley. Nggak semua orang bisa mendapatkannya, dan perawatannya pasti sangat terjaga jadi gw lebih dijaga.”

“tapi kalau sehari-hari, masa’ lu pake harley? Misalnya belanja ke pasar gitu masa pake harley? ”, sanggah saya. Ia berpikir sejenak

“tapi saya tetap cinta Harley dan ingin menjadi Harley!!!” teman saya tetap bersikukuh dan diskusi kita tentang motor pun berakhir. 

Ah tapi tetap saja, menjadi Vespa menurut saya lebih menyenangkan.
-Cerita ini memang nyata, tapi tidak ada unsur curhat colongan, hanya diskusi absurd.

*) di sayang-sayang.

No comments