![]() |
source : framingpainting.com |
Judulnya memang kedai kopi, tapi aku bukanlah pecinta
kopi. Seperti biasa, aku memesan segelas camomile tea, membuka
pematik dan menyulutkan ke sebatang rokok yang kuselipkan ditengah bibir
penyangga kumis yang mengerucut. Sudah lama kubiarkan kumis dan jambang ini
tumbuh sesuka hati mereka di wajahku. Aku merasa tampan dua kali lipat dengan kumis dan jambang ini. Ah, ini hanya untuk menumbuhkan kepercayaan diri saja.
Setiap jumat, seorang pianis selalu tampil membawakan
musik-musik instrumen. Kali ini,
dentingan lagu My Way sayup-sayup mulai menyapa telingaku. Sendu ketika
sendiri.
Didepanku, aku melihat seorang hawa duduk seorang diri,
melambaikan tangan ke arah pelayan, memesan dan menunggu. Mata kucingnya
menatapku. Bola matanya berwarna coklat, senada dengan rambut ikalnya. Tiga
detik ia menatapku.
Ia duduk selang satu meter di depanku. Kita bertatapan, tanpa ekspresi tetapi saling berbicara.
Ia sederhana dan hampir sempurna, pertama menatapnya aku melihat kehangatan
yang terpancar.
Ia selalu mengetuk jemarinya, seperti sedang menunggu
sesuatu. Ah ya, ia sedang menunggu pesanannya dan akhirnya datang juga.
Bibirnya yang secerah apel menyeruput minuman dari dalam cangkir putih yang
dibawakan seorang pelayan. Warna yang senada dengan baju yang dikenakannya.
Aku sudah menghisap rokokku empat kali, pianis itu hampir
menuju klimaks. Begitu pula aku. Ingin aku menghampiri dan mengajaknya
berbincang.
Ia kembali menatapku, tersungging senyuman kecil yang ia
lemparkan kepadaku. Bukan senyuman nakal, hanya keramahan yang aku lihat.
Dua hisapan lagi, dan aku akan beraksi. Entah kenapa
pendingin ruangan di sini tiba-tiba membuat tubuhku beku. Kupu-kupu mulai
merasuk dalam perutku. Tapi, bagaimana caranya aku membuka pembicaraan? Aku
bukan orang yang banyak cakap.
Isapan terakhir, aku membusungkan dada, kakiku siap melangkah
kemudian terhenti. Serasa ada batu besar yang mengganjal langkahku.
Seseorang datang
ke arah ku. Lekuk tubuh sempurna, dengan kaus putih dan celana jeans,
perempuan jelita berwajah pucat itu berjalan belok menghampiri kawannya yang duduk
di seberangku. Ia mendekap perempuan itu, mencium kening dan bibirnya.
Mereka pergi. Lagu pun berakhir.
No comments