Rahasia

carnival death source: uuworld.com
Belakangan ini, keluarga kami kedatangan tamu tak diundang. Bukan sosok manusia tapi seekor burung yang suaranya sangat mengganggu. Anehnya, kami tak pernah tahu di mana burung itu.

“ah, suara burung itu lagi!” cetus Ayah saat mendengar suara kicauan melengking burung itu di -beranda rumah. Ayah selalu terganggu oleh kedatangan makhluk itu. Dan hari ini yang kesekian kalinya burung itu mendatangi rumah kecil kami. Kicauannya  tidak seperti burung biasa. Sungguh tak enak didengar.



Orang-orang kampung kami percaya burung itu datang sebagai pertanda kematian. Jika dia mengunjungi kampung kami, pasti warga yang meninggal.  Sayangnya, aku tidak tahu nama burung itu dan belum pernah melihat langsung wujudnya.

Jika malam, kampung ku mulai sunyi, hanya terdengar suara jangkrik sayup-sayup dan adzan dari toa Langgar atau musholla yang berjarak beberapa puluh meter dari rumah. Kecuali malam jumat, biasanya orang-orang berbondong-bondong datang ke Langgar melaksanakan pengajian rutin dan suara mereka pasti menggema sampai seantero kampung.

Kampung kami sebenarnya tidak jauh dari pusat kota, sekitar tiga kilometer, tapi ada perbedaan yang tampak antara kampung dan kota. Kampung tempat saya tinggal sebagian besar penduduknya petani.

“Sebenarnya itu burung apa sih, Yah?” tanyaku.

Ayah menatapku dari kursi malas di teras. Dia menyalakan rokok kretek kesukaannya, mengepulkan asap abu-abu ke udara, seperti lokomotif tua mencoba terus meluapkan asap demi kelancaran laju keretanya.

“itu burung penjemput nyawa,” jawab Ayah datar seraya terus mengepulkan asap rokok kreteknya. Aku bingung.

“…Kata orang namanya burung alap-alap. Burung itu datang kemari untuk mengantar malaikat penjemput nyawa. Kita lihat saja, Nak, minggu ini atau minggu depan apakah ada pemberitahuan duka cita dari toa Langgar.”

Ayah menghentikan pembicaraannya dan terus mengayunkan kursi malasnya.

Kadang aku tak percaya dengan mitos kematian seiring datangnya burung itu. Tapi, dua bulan lalu, Mak Inah tetangga rumah ku meninggal beberapa hari setelah kedatangan burung itu. Ayah yang bercerita dia mendengar suara burung itu seminggu sebelum berita duka cita Mak Inah.

Lima bulan sebelum Mak Inah, Ayah dan kakak perempuanku, Mbak Mus, mendengar suara burung itu. Tiga hari setelahnya, tetanggaku meninggal karena kecelakaan. Pasca kematian, burung itu tak lagi bersuara. Setiap burung itu datang, Ayah dengan tenang di atas kursi malas selalu berbicara kepada kakakku, “coba Mus kita lihat tiga hari atau minggu depan.”

Sebenarnya aku bukanlah orang yang percaya tahayul dan aku tidak pernah menggubris suara burung itu. Tapi setiap ada orang di kampungku, terutama Ayah dan Mbak Mus yang mendengar kicauan itu, perkiraannya pasti tepat. Dari situlah kemudian mitos burung pengantar malaikat santer tersebar di kampung kami.

***

Tiga hari kemudian, menjelang adzan Subuh, toa Langgar dinyalakan. Aku sudah terbangun sejak pukul tiga pagi. Aku mendengar suara sedikit gaduh dari tetangga yang berjarak empat rumah dari rumahku. Sayup-sayup terdengar suara isak tangis beberapa orang perempuan. Dari Langgar sudah terdengar suara Paklik Yadi mulai bersiap mengumumkan berita lewat toa. Biasanya kalau Paklik Yadi yang bicara satu kampung mendapat berita duka.

Dan Ternyata benar, Mbok Tini meninggal dunia. Orang-orang terkesiap berkumpul di depan rumahnya. Suara isak tangis yang aku dengar ternyata dari anak-anak perempuannya Mbok Tini. Ba’da Subuh, surat Yasin mulai menggema di kediaman Mbok Tini. Anak-anaknya masih meraung-raung. Mbok Tini belum terlalu tua. Ayah masih lebih tua. Usianya kepala empat tapi karena tubuhnya yang sintal,  tidak pernah berdandan dan keibuan maka kami-kami memanggilnya Mbok. Mbok Tini meninggal mendadak. Katanya penyakit jantung. Aku melihat jenazah Mbok Tini dari dekat. Wajahnya sumringah, tidak ada tanda-tanda sakrotul maut kesakitan. Tetapi anak-anaknya terus menangisi kepergian Mbok Tini.

“Ayah, kenapa orang-orang di sekitar kita kalau ada yang meninggal, yang ditinggalkan pasti menangis? Padahal belum tentu yang meninggal itu menderita. Bahkan mungkin mereka senang telah kembali ke pangkuan Penciptanya”  tanyaku. Ayah menanggapi pertanyaan tololku dengan tertawa renyah.

“Sekarang Nak, saya bertanya pada kamu. Kenapa ketika ada bayi lahir, orang-orang di sekitarnya bersuka cita padahal bayi itu menangis dan menjerit keras-keras?” Ayah balik bertanya. Aku berpikir benar juga kata ayah, mengapa ketika bayi keluar dari rahim Ibunya dia menangis sejadi-jadinya seakan-akan menyesal. Tapi di sisi lain keluarganya menyambut dengan suka cita. Lalu aku mencibirkan mulut dan mengangkat bahu. Tak mau memikirkan lebih jauh lagi.

“cari tahulah setelah kamu besar, Nak! Tapi saya berpesan padamu, tolong kamu ingat ini sampai kapanpun. Jika suatu saat nanti saya mati, tolong jangan tangisi kematian saya. Buatlah pesta semeriah mungkin untuk menyambut kematian saya.” Pesan Ayah sangat melekat di memori kepalaku. Dia melekatkan pandangan matanya ke wajahku seakan-akan yakin aku akan melaksanakan ucapannya.


***
Ayahku laki-laki misterius. Tapi aku sangat mengaguminya. Dan yang aku tahu, Ayah sangat mencintai Ibuku. Kata Mbak Mus, Ayah tidak pernah menangis. Kecuali ketika saat Ibu meninggalkannya. Dia selalu menyimpan perasaannya. Aku juga tidak pernah melihat Ayah tertawa terbahak-bahak. Sesekali dia tersenyum atau tertawa renyah. Jika tersenyum, bibirnya seperti bulan sabit.

Ayah senang duduk di kursi malas yang diletakkan di teras rumah, sambil memandang jalan dan pekarangan rumah yang terhampar tanpa sekat. Apabila aku bicara dengannya, Ayah selalu melontarkan pertanyaan balik kepadaku, dengan bau mulutnya yang khas, aroma tembakau dan kopi hitam. Aku senang berbincang dengan Ayah. Membahas banyak hal. Pertanyaan-pertanyaan tolol ku terkadang ditanyakan balik oleh Ayah dan kemudian dia menambahkan beberapa pertanyaan yang membuatku mau tidak mau harus berpikir.

“Ayah, kenapa Ayah hidup sebagai petani bukan sebagai pedagang? Kan para pedagang lebih banyak menghasilkan uang Yah,” aku ingat, aku pernah melontarkan pertanyaan bodoh dan naïf seperti itu kepada Ayah.

Seperti biasa, di atas kursi malasnya Ayah tersenyum dan menatapku, “tujuan kamu hidup itu apa, Nak?”

Dan aku skakmat ketika Ayah bertanya balik seperti itu. Kalau aku sudah terlihat bingung, Ayah selalu menjawab “nanti kamu akan tahu jawabannya, Nak.”

Ibu meninggalkan Ayah lima belas tahun lalu. Kata Ayah, ketika Ibu pergi, akulah pengganti Ibu. Ayah tidak pernah bercerita apapun tentang Ibu kepadaku sampai aku berusia tiga belas, aku mendengar beberapa cerita dari Mbak Mus dan tetanggaku. Ketika aku lahir, keceriaan dan suka cita orang-orang terdekat terhambat. Tidak ada perayaan. Tidak ada tawa. Sampai setiap aku berulang tahun, Ayah dan Mbak Mus tidak pernah mengucapkan selamat. Mereka selalu pergi ke pemakaman dan meratap sebuah batu nisan. Aku baru tahu ketika usiaku sepuluh tahun, batu nisan itu ternyata tempat Ibuku tinggal.

Rumah kami hanya diisi, Ayah, Mbak Mus dan aku. Usiaku dan Mbak Mus terpaut dua belas tahun. Saat ini Mbak Mus bekerja di kota sebagai pramusaji sehingga mau tak mau dia harus melaju kampung dan kota. Ayah sudah tak bekerja. Dulu dia bekerja sebagai petani. Kata orang-orang, Ayah punya bakat cenayang. Dia bisa tahu kapan panen mengalami kenaikan, kapan panen turun dan bagaimana cara menanggulanginya. Ayah termasuk sosok yang penting di Kampung ku. Tapi dia tidak pernah menganggap dirinya cenayang.

Beberapa bulan terakhir ini, kepadaku Ayah sering bicara tentang kematian. Mulai bagaimana wujud malaikat pencabut nyawa, surga dan neraka serta apa yang akan dia lakukan kelak di sana ketika ditanyakan oleh malaikat.

“Yah, pernahkah Ayah berpikir, bahwa kehidupan saat ini sesungguhnya adalah mimpi dan ketika kita mati nanti, ternyata kita terbangun dari mimpi? Dan kematian adalah kehidupan yang sebenarnya.” Tanya ku. Kembali memulai pertanyaan naïf.

 “hmmmm….” Ayah hanya berdeham panjang dan mencibirkan mulutnya, kembali mengepulkan asap kreteknya.

“yang pasti, tak usahlah takut mati. Kematian itu pasti.” Ucapnya datar. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Aku tak pernah melihat Ayah tertawa lepas seperti sekarang ini.

***

Aku kembali mendengar suara burung itu setelah beberapa tahun. Mbak Mus juga. Suara itu terdengar sangat dekat, seperti berada di atas rumahku. Aku melihat Ayah di dalam kamar, sedang tidur pulas. Beberapa hari ini Ayah tidak nafsu makan. Badannya semakin kurus. Dia hanya ingin minum kopi pekat dan terus menerus membakar rokok kreteknya. Mbak Mus berkata padaku, beberapa hari ini Ayah sering meracau ingin bertemu Ibu. Kemarin pun dia sempat mengigau memanggil manggil nama Ibu, tapi hari ini aku melihat Ayah tidur sangat pulas. Aku masuk ke dalam kamarnya, melihat kondisi Ayah.  Wajah Ayah pucat, aku tempelkan jari telunjukku ke hidungnya, tidak ada nafas yang berhembus. Aku langsung memanggil Mbak Mus. Kami segera membawa Ayah ke klinik terdekat. Dokter mengatakan Ayah telah tiada. Aku tertawa. Tertawa terbahak-bahak. Tertawa gembira, walaupun mengeluarkan sedikit air mata. Mbak Mus yang terlihat sedih seketika membentakku. Aku tetap tertawa. Dia mengaggapku gila. Tapi aku terus tertawa.

Aku segera pulang menuju Langgar dan berkata bahwa Ayah telah tiada. Orang-orang datang menuju ke rumahku, mendekor keadaan sesuram mungkin, aku mengganti tenda warna hitam dengan terpal berwarna jingga. Aku memutar radio tip dengan lagu-lagu keroncong riang kesukaan Ayah. Para tetangga melihatku dengan tatapan nyinyir.

“Ayah tidak mau kita sedih, Ayolah bergembira! Ia sudah senang di pangkuan Penciptanya! Tak perlu ada tetes air mata. Ayolaaahhh!!!” teriakku.

Para tetangga mengunci ku di kamar. Mereka berkata aku tidak boleh keluar kamar sampai Ayah dimakamkan. Di luar kamar aku mendengar suara Keroncong telah dimatikan dan Ibu-ibu mulai menggemakan tahlilan. Walau begitu, aku senang telah mewujudkan pesan ayah.
 

1 comment

  1. http://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-7-alasan-masuk-akal-merasa.html
    http://updatetaipanbiru.blogspot.com/2018/08/taipanqq-bukan-cuma-wanita-pria-bisa.html
    http://taipanpelangi.blogspot.com/2018/08/taipanqq-puting-payudara-nyeri-ini-5.html
    http://taipanpelangi.blogspot.com/2018/08/pemenang-pada-tanggal-26082018-mari.html

    Taipanbiru
    TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
    BandarQ
    AduQ
    Capsasusun
    Domino99
    Poker
    BandarPoker
    Sakong
    Bandar66

    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : E314EED5

    Daftar taipanqq

    Taipanqq

    taipanqq.com

    Agen BandarQ

    Kartu Online

    Taipan1945

    Judi Online

    AgenSakong

    ReplyDelete