![]() |
Source: fineartamerica.com |
Jika jatuh cinta itu buta, berdua kita akan
tersesat
Saling mencari di dalam gelap, lalu kedua
mata kita gelap,
Lalu hati ini gelap…
(Jatuh Cinta
itu Biasa Saja –Efek Rumah Kaca)
Cinta. Lima huruf,
satu kata yang menginterpretasikan berbagai makna. Orang yang sedang jatuh
cinta itu sama seperti orang mabok atau habis nge ganja seharian. Ketawa-ketawa
sendiri, jasad dimana tetapi pikiran kemana, hal sepele saja sudah dianggap
besar ketika dilakukan bersama seorang yang sedang disukai. Kalau kata Titiek
Puspa, “jatuh cinta berjuta rasanya”.
Selain
membentuk hormon serotonin dalam tubuh semakin meningkat, ternyata jatuh cinta juga
bisa membuat orang menjadi menye-menye
atau masyarakat awam saat ini menyebutnya dengan sebutan “galau”. Ya, dengan jaman berteknologi canggih seperti
sekarang ini, sosial media dapat melenggang bebas berseluncur di dalam layar
datar atau gadget setiap individu. Entah menulis di blog, bercuat-cuit di
linimasa berlogo burung, share status di facebook atau saat ini sedang nge
trend bagi para pengguna gadget Android atau Apple yaitu Path. Saya suka sekali berjalan-jalan mengunjungi
blog orang, ada yang isinya sangat informatif, menyegarkan dan tak jarang juga
ternyata blog diisi oleh curhatan-curhatan si penulis. Tidak ada yang salah
memang, setiap orang bisa menjadi siapa saja di dunia maya (seperti yang pernah
saya tulis di kompasiana), cuma saya jadi mengingat kembali masa-masa remaja
puber, dimana saya lebih senang menulis di diary
pribadi dan tidak mau setiap orang membaca
keluh kesah masalah percintaan saya dan malu apabila mempublikasikannya
ke khalayak banyak.
Tidak sedikit
orang-orang tanpa batasan umur, menulis sekitar beberapa kalimat di linimasa sekedar curhat tentang kisah cintanya,
menulis puisi-puisi picisan di dalam jurnal pribadinya, membenarkan quote-quote
cinta yang mereka dapat atau menyamakan kisah cintanya dengan zodiak yang tertulis.
Seakan-akan, cinta itu masalah rumit yang menjadi bulan-bulanan di
kehidupannya. Padahal, masih ada sekelibat permasalahan besar dan lebih rumit
dibanding cinta.
Cuma, apa
sih cinta itu? Kenapa orang bisa mendadak romantis ketika sedang kasmaran dan
mendadak menjadi puitis ketika mengejar seseorang yang dikata kekasih pujaan? Ketika
cinta itu lambat-laun luntur, orang melupakan semua tulisan-tulisan indah saat
berusaha menjadi pujangga di depan kekasih yang didamba, yang ada pertarungan
mulut, keegoisan dan bahkan tulisan-tulisan makian atau kenyiyiran terhadap
pasangan maupun mantan-pasangan.
Kata orang
cinta itu rumit dan pelik. Seperti kata seorang kusir di dalam novel Cantik Itu
Luka nya Eka Kurniawan “cinta itu tidak
selalu memiliki”. Lalu kalau tidak selalu memiliki, kenapa ada orang yang bisa
menikah dengan kekasihnya –lagi-lagi yang katanya—cinta sejatinya? Atau, bahkan
kalau seandainya dia tidak menikah dengan cinta lampau nya dan menikahi kekasih
baru, apakah dia menikah tanpa ada unsur cinta?
Cinta memang
membuat orang berkorban, mengorbankan apapun bahkan harga dirinya untuk
mendapatkan sang kekasih tercinta. Semua serba permisif ketika dua insan
dibalut selimut kasih.
“cinta itu
buta”, kata seorang penyiar radio ngapak
yang saya dengarkan saat berjalan menyisiri Banyumas beberapa tahun silam. Seseorang
bisa nekad mengakhiri hidupnya secara tak wajar karena putus cinta. Ya, putus
cinta-putus asa.
Ketika
seseorang dilanda kasmaran, perbedaan ternyata juga bukanlah penghadang.
seperti puisi Pablo Neruda :
I love you without knowing how, or when, or
from where.
I love you straightforwardly, without complexities or pride;
so I love you because I know no other way than this
I love you straightforwardly, without complexities or pride;
so I love you because I know no other way than this
(100 Sonets –Pablo
Neruda)
Ketika jatuh
cinta, pandangan materi, pandangan keyakinan, pandangan jabatan semua rata. Bisa
jadi orang akan menjadi komunis ketika sedang jatuh cinta, sama rasa sama rata.
Tapi, apa yang terjadi ketika pada akhirnya mereka terbangun dari buaian cinta,
bergumul dengan kenyataan yang ternyata tak selalu semanis didapat, apakah
mereka masih apatis terhadap perbedaan?
Mungkin
orang bilang, lirik Efek Rumah Kaca klise. “Jatuh cinta itu biasa saja”, yang
dipaparkan secara kasar “ya kalo jatuh
cinta, yang normal aja lah… nggak perlu drama, nggak perlu tiba-tiba jadi
pujangga picisan. Wajar!” karena jujur saya juga merasakan kalau sedang
jatuh cinta seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perut. Butterfly in my stomache syndrome, agak
sulit memang di suruh untuk “wajar”.
Mungkin,
cinta juga perlu ada logika. Kita manusia, diberi akal dan kemampuan untuk
berpikir dan jangan pernah kalah dengan perasaan. Mengingat cinta itu tidak
selamanya bahagia ketika sedang jatuh cinta, serta mengingat kebahagiaan ketika
cinta mulai luntur, semua berjalan seperti yin dan yang, seimbang tanpa ada
drama.
*tulisan
ini ditulis hanya berdasar unsur kesotoyan semata, melihat
fenomena-fenomena sosial media yang sekarang dijadikan ajang keluh kesah
gue ngerasa ada kupu2 di dalam perut itu kalo lagi pengen boker blo, bukan kalo jatuh cinta :D
ReplyDeletekalo lagi boker, kupu-kupu gw malah pindah ke dubs..
ReplyDeleteahaha