oleh : Pulung Pribadi |
kita tidak akan pernah mengetahui apa yang akan
terjadi di masa depan kalau kita tidak berani melangkah. – Maharani, 2016
Dalam dongeng-dongeng a la Disney, The End of the story adalah ketika pangeran dan putri bertemu,
terjadi konflik emosional dan akhirnya pernikahan menjadi titik kebahagiaan
mereka. Akan tetapi kenyataan bukanlah dongeng Disney. Menikah adalah bentuk
awal dari kehidupan yang tidak tahu kapan The
End. Menyoal pernikahan, menikah itu memiliki beragam perspektif tetapi intinya, memantapkan diri, hati dan pikiran. Memantapkan diri untuk berjalan dengan seseorang bersama-sama, susah
senang ditelan bersama memang harus dengan kesepakatan bulat. Tetapi istilah
“kalau kita berniat awal baik, semua akan berjalan dengan baik pula” ternyata
benar juga.
Memantapkan Hati
Orang tua saya dan
beberapa orang yang pernah menikah terlebih dahulu berkata “kalau memang itu
jodohmu, pasti kamu merasakannya”. Setelah beberapa kali menjalin hubungan
dengan orang lain dan ternyata saya bertekad bulat untuk menjalankan hidup
dengan yang terakhir ini. Alasannya? Susah dijelaskan. Perasaan yang kata orang
tua bilang itu memang betul. Mencintai itu bukan hal yang dipaksakan. Kita
bertemu sudah lama, tetapi perasaan lambat laun terpupuk. Dan ketika itu, kami memutuskan
untuk tidak lagi menjalin hubungan main-main, kita akan melangkah bersama.
Ucapan itu tercetus, di malam Hari Tani Nasional, 24 September 2014 silam.
Saat berpikir akan
menikah, masih ada pemikiran apakah benar kita akan sampai ke pernikahan yang diinginkan?
Kami berdua menyepakati, bentuk pernikahan seperti apa yang nanti akan kita
laksanakan. Terus terang, untuk hal ini bermula dari usaha kita berdua. Saya
menginginkan menikah tanpa harus banyak orang yang datang setidaknya cukup
untuk keluarga dan kawan-kawan terdekat, privat, di luar ruangan, tanpa harus
ada panggung dan pelaminan di mana kita akan terus dipajang kayak pajangan, dan
tanpa sepatu hak tinggi (dan ini yang paling penting!). Untunglah kesepakatan
ini diterima kedua belah pihak, walaupun belum melibatkan keluarga.
Dan beruntung untuk kedua kali, keluarga tidak banyak keinginan, yang penting anaknya berbahagia.
Mencari Tempat
Setahun berlalu, kita
berdua mulai mencari tempat yang cocok. Sebelumnya kita memetakan terlebih
dahulu kita akan melaksanakannya dimana. Lalu ada beberapa tempat yang kita
pilih di sekitar sana. Bermula dari Restoran bentuk taman di daerah Ciputat,
kafe semi luar ruang di samping restoran tersebut, sebuah tempat penyedia outdoor activity di kawasan Jurangmangu,
rumah joglo dengan halaman di daerah Kemang sampai ruang terbuka di daerah
Lebak Bulus. Sampai akhirnya jatuhlah kepada HIDDEN PARADISE JAKARTA.
Hidden Paradise dan persiapan pelaminan ala ala sebelum acara |
Sebetulnya dari awal
saya seluncur di web, saya memang sudah jatuh hati sama tempat ini. Di antara
tempat yang saya sebut tadi, yang paling alami, privat dan “kebun yang
sebenarnya” ya tempat ini. Tetapi saya sempat ragu dan berpikir bahwa tempat
ini mahal dan jauh masuknya, takut-takut tamu sulit mencari jadi sempat
dilewatkan begitu saja opsi yang ini. Karena ternyata beberapa tempat di atas
itu tidak sesuai hati, akhirnya saya coba menghubungi pihak marketingnya yaitu
Mas Anggy dan disambut sangat ramah. Kami masih berbincang via email, kemudian
saya dan suami (yang waktu itu belum jadi suami) akhirnya datang ke tempatnya.
Dan voila! Ini memang tempat yang
saya inginkan!
Kalau saya bilang,
Hidden Paradise ini memang cukup baik dari suasana, marketingnya dan harga.
Dengan konsep yang sangat alami tetapi tetap menampilkan sisi elegan, harga
juga tidak seberapa mahal seperti di beberapa tempat lain. Walau memang menuju ke sini mesti butuh bimbingan mbah google. Because it's literally hidden place.
Sebelum ini, saya
sempat baca tentang blogger yang tidak puas dengan Hidden Paradise. Ya sempat
terpikir juga apakah benar dengan yang ia ceritakan. Tetapi karena saya sudah
sangat jatuh hati, ya sudah, go a head
aja. Mas Anggy juga cerita tentang kejadian itu dan ia bilang kesalahan ada
pada pihak marketing yang dahulu dan saat itu bukan dia yang memegang. Dia
berjanji pada kita, kalau nanti akan berjalan dengan baik.
Banyak Bantuan Datang
Setengah berambisi,
saya selalu ingin pernikahan yang akan terjadi, baik buruknya adalah hasil
usaha kita berdua. Entah itu tema, tempat, pakaian, dan yang terpenting adalah
uang. Kami juga tidak menggunakan Wedding Organizer dan berusaha mendapat bala
bantuan dari kawan-kawan dekat. Akan tetapi, ambisi saya terbantu juga dari
orang-orang di sekitar.
Sedikit cerita, saya menikah dengan Mas Syam, seseorang yang dulu sudah pernah menikah. Namun Tuhan
menghendaki pernikahannya cukup sampai 8 tahun yang lalu saja. Di 8 tahun
kemudian, ia bertemu dengan saya dan kami mendapat bantuan untuk pernikahan
kami dari keluarga-keluarga mendiang istrinya.
Pakaian penngantin by Bunda Wilarashati dan Rere |
Bermula dari pakaian
pengantin. Saya sangat terbantu karena tidak perlu repot mencari pakaian
pengantin. Pakaian pengantin saat resepsi yang saya inginkan memang sederhana,
kebaya peranakan berwarna biru muda dan suami saya ingin memakai baju cheong sam gara-gara nonton film Xu Xia
(Dragon) diperankan oleh Donnie Yen.Jadilah dia Donnie Yen ala-ala. Haha..
Alhasil, tanpa
disangka kami tak perlu mengeluarkan dana untuk pakaian pengantin akad maupun
resepsi untuk saya dan para ibu yang akan menjadi pendamping. Bantuan datang
dari Bunda Wilarashati dan Rere, tante dan anak dari mendiang istri Mas Syam
yang pintar menjahit. Mereka sangat senang ketika mendapat kabar kita akan
menikah dan tanpa ragu memberikan pertolongan untuk membuatkan baju akad dan
resepsi yang saya inginkan.
Urusan baju tidak
perlu pusing, lalu sempat terpikir untuk urusan rias wajah. Tidak disangka,
kembali bantuan kami terima dengan cuma-cuma. Bu Ed, adik dari Bapak mendiang
istri Mas Syam menawarkan kami untuk rias pengantin. Akan tetapi ketika kami
berbicara mengenai waktu ternyata tidak cocok. Saya sempat bingung, mau cari kemana.
Kawan-kawan dekat mencoba untuk membantu mencari Make Up Artist. Ternyata
bantuan datang lagi secara tidak sengaja dari pihak Ibu mendiang istri Mas Syam.
Bude Hesti, beliau adalah seorang perias pengantin yang bagus di daerah Solo,
Jawa Tengah dan beliau dengan senang hati datang ke Jakarta sekaligus merias
kami.
Ternyata benar,
menikah itu susah susah gampang, gampang gampang susah. Setelah beberapa hal
ada solusinya, kembali lagi masalah pembayaran sewa tempat yang belum kelar.
Bukan disengaja kita tidak mengelarkan dengan segera, tetapi di tengah persiapan,
berita duka datang dari Prabumulih. Bapak kandung Mas Syam meninggal dunia, mau
tidak mau kita harus segera terbang ke Palembang. Karena satu dan lain hal,
kita akhirnya menggunakan uang tabungan persiapan pernikahan dan mengulur waktu
pembayaran.
Seusai acara pemakaman
Bapak, saya dan Mas Syam sempat bingung mendapat uang darimana lagi karena
acara tinggal satu bulan. Tidak disangka, uang datang dari manapun. Mas Syam memenangkan
lomba menulis yang berhadiah uang tunai dan dia menjadi juara pertama!
Alhamdulillah, uang hasil lomba tersebut menjadi tambahan berarti untuk
pembayaran Hidden Paradise.
Seminggu sebelum acara
pernikahan, di rumah saya diadakan pengajian. Saya sangat bersyukur dengan
limpahan makanan yang diberikan dari kerabat-kerabat dekat Ibu saya sehingga
kami tidak perlu repot untuk memikirkan makanan.
Bantuan tidak selesai
sampai situ. Kita tidak perlu pusing menyewa pemain musik, karena ada seorang
perempuan muda cantik dan dia adalah pianis keren, yaitu Vara. Vara sangat
bersedia dengan senang hati bermain piano sambil bernyanyi di acara pernikahan
kami. Untuk koordinasi, tidak perlu menggunakan WO, ada Bu Ani, kawan-kawan Ibu
saya, Dian Makruf dan keponakan-keponakan Mas Syam yang bersedia menjadi
panitia acara dan penerima tamu.
Kita juga tidak
menyewa pawang hujan. Tuhan benar-benar maha baik! Sehari sebelum hujan turun
sangat deras, tetapi saat berjalannya acara, matahari muncul sangat imut.
Untuk undangan dan souvenir,
kita sangat terbantu oleh desain ex anak magang kantor saya yang lama,
Kresentia Andrea dan berhasil menjadi icon pernikahan kami dan Mas Agus, vendor
kantor lama saya yang dengan murah hati mau mencetak undangan serta souvenir
yang kami inginkan.
Memulai Hidup
May day is My Day!
Tibalah hari yang
dinantikan. Akad dan resepsi pernikahan kami. Penetapan tanggal 1 Mei bukanlah tanpa arti. 1 Mei adalah hari buruh dan saya masih termasuk seorang buruh. Pre wedding kita untuk menyuarakan pertanian nasional dan di hari pernikahan kita bertujuan untuk memperingati upaya kawan-kawan buruh sedunia dalam membantu peran kapitalis mendapatkan tujuan dan keuntungan mereka. Saya rasa, peringatan tersebut bisa dijadikan suatu momen yang pas untuk menciptakan perjalanan yang bisa menjadi pelajaran untuk kami berdua dalam menjalankan kehidupan selanjutnya.
Acara kami berjalan lancar, semua senang. Keluarga terdekat, keluarga besar, kawan-kawan terdekat, datang ke acara raya. Lagi-lagi keberuntungan kami, tanpa menyewa fotografer profesional, tawaran untuk menngabadikan momen ini muncul dari kawan Mas Syam dan jepretan-jepretan keren kami dapatkan dari adik serta kawan-kawan lain.
Acara kami berjalan lancar, semua senang. Keluarga terdekat, keluarga besar, kawan-kawan terdekat, datang ke acara raya. Lagi-lagi keberuntungan kami, tanpa menyewa fotografer profesional, tawaran untuk menngabadikan momen ini muncul dari kawan Mas Syam dan jepretan-jepretan keren kami dapatkan dari adik serta kawan-kawan lain.
Ini bukan akhir, tetapi ini adalah awal kami melangkah.
Terharu dan merinding bacanya.Semoga langgeng sampai akhir hayat ya, Mbak :)
ReplyDeleteterima kasih doanya mbak lestarie :D
Delete