Perjuangan Perempuan Itu Ganda



source : dgi-indonesia.com

Berbicara mengenai feminis pasti langsung tertuju pada gerakan perjuangan perempuan menentang budaya patriarkhi dan kebebasan akan gender maupun tubuh. Namun ternyata perjuangan perempuan tidak hanya melawan bentuk kekerasan maupun ketidak adilan dari sebuah produk patriarkhat tetapi perseteruan antar perempuan sendiri tidak dapat dielakkan.


Homo Homini Lupus.  Kalimat yang dicetuskan oleh Plautus yang berarti “manusia adalah serigala bagi manusia lain” dan diamini oleh seorang psikoanalisis asal Austria, Sigmund Freud,  tidak menatap jenis kelamin ataupun gender seseorang. Sesama perempuan pun juga tidak lepas dari proses "saling menikam"yang terjadi antara mereka. Apalagi jika kita menilik dalam sekolah yang mengkhususkan satu jenis kelamin, suatu kelompok maupun komunitas atau ajang kecantikan yang mempertontonkan “kesempurnaan”,  kesenjangan antar perempuan kerap terjadi. Baik senior pada junior maupun mereka yang merasa memiliki eksistensi lebih tinggi dengan mereka yang tidak eksis.

Pernahkah di antara kita yang menempuh sekolah di sekolah homogen atau isinya hanya perempuan saja? Atau pernahkah ketika ingin mengikuti kegiatan yang di dalamnya adalah kegiatan tentang perempuan dan mengalami diskriminasi?

Saya pernah menemukan contoh kasus mengenai diskriminasi dan aksi penindasan sesama perempuan di dalam satu sekolah maupun ajang kontes perempuan. Ketika perempuan seharusnya dapat saling menghargai antar sesama perempuan, namun yang terjadi adalah mereka saling berlomba-lomba menjadi yang “paling” sehingga dapat pamer eksistensi di antara mereka. Siapa yang tidak bisa mencapai eksitensi yang maksimal, dia akan menjadi sasaran empuk penindasan bagi mereka yang dianggap lebih sempurna.

Atau di dalam suatu sekolah perempuan, seorang perempuan yang dianggap lemah akan selalu ditindas oleh mereka yang merasa kuat. Belum lagi adanya “cabe-cabean” yang saat ini santer terdengar di sekitar kita. Siapa yang mau menjadi anggota “cabe-cabean”, mereka harus melalui tahapan kekerasan dan penindasan terlebih dahulu.

Atau pada mereka yang membanding-bandingkan kondisi fisik dirinya dengan diri perempuan lain, perempuan-perempuan yang bersaing untuk mendapatkan pengakuan “paling cantik”. Bahkan tidak sedikit juga kekerasan, intimidasi maupun penindasan yang terjadi antar sesama perempuan lebih kejam dan berdampak fatal. Apakah itu namanya saling menghargai antar sesama perempuan?

Memanusiakan manusia. Mungkin kalimat tersebut merupakan kunci dari saling menghargai antarmanusia, terlepas dari jenis kelamin maupun gender yang melekat. Tindakan melawan yang dilakukan oleh perempuan, tidak hanya tindakan perlawanan terhadap ketidak adilan dalam bentuk “kesetaraan” berbasis gender, tetapi juga tindakan diskriminatif yang terjadi antar perempuan sendir.  Ketika manusia adalah sama, maka kekerasan tidak mengenal batas jenis kelamin. Maka, hargai sesama perempuan sama halnya seperti kita semua menghargai Ibu yang telah melahirkan dan kita yang akan menjadi calon ibu.

No comments