![]() |
Mother n Son source :wordpress |
Ada seorang Ibu dan seorang anak. Anak itu selalu berkata
pada Ibunya “Bu, saya sayang sama Ibu”. Saat ini anak itu pun bertambah dewasa.
Seiring jalannya waktu dan anak itu semakin bergumul dengan kepentingan
keduniawian, semakin renggang jarak antara ia dan Ibunya. Pernyataan sayang pun
sudah jarang ia lontarkan kepada Ibundanya. Mungkin di hati yang paling dalam
si anak, ia masih ingin berucap apa yang pernah ia katakan kepada Ibunya tetapi
perhatiannya semakin teralihkan oleh kepentingan pribadi.
Anak itu selalu berpikir, ia merdeka akan dirinya sendiri. Ia
selalu mempersiapkan diri apabila orang-orang disekitarnya satu persatu mulai
menghilang dari kehidupannya. Termasuk Ibunya. Ia tidak mau mendalami
perasaannya kepada siapapun, termasuk mengurangi perhatian dan kasih sayang
kepada Ibunya sendiri.
Sampai suatu waktu, Ibunya meminta ia pulang. Ibunya sangat
rindu pada anak itu, dan ia ingin jumpa dengan anaknya. Anak itu tidak berkenan
untuk segera pulang menemui Ibunya. Ia beralasan, masih banyak pekerjaan yang
harus ia urus di kota polusi nan sempit sesak itu. Ibu bertanya dan berharap
ada kepastian kapan si Anak ini akan menemuinya karena sudah habis bejana
menampung rasa rindu teramat dalam terhadap gumpalan daging yang keluar dari
rahimnya itu. Anak itu tetap tidak bisa memberi kepastian apapun. Ia masih saja
berkutat dengan kesibukannya. Ibunya bertanya, apakah ia masih sayang terhadap
Ibu sendiri? Anak itu menjawab masih, tapi kini keadaan sudah berbeda, katanya.
Tak perlu Ibu menginginkan wujud anakmu selalu ada di sisi, ucapnya kepada sang
Ibu.
Ibu sedih. Ia kehilangan anaknya yang dahulu. Ia hanya
menginginkan sedikit perhatian dari anaknya yang ia sayangi dan ia jaga dari
kecil. Tetapi yang didapatkannya saat ini adalah, anaknya sudah sibuk dan
seolah tak peduli dengan keadaan Ibunya. Bahkan, ia pun lebih memilih
terjerumus ke dalam keduniawian yang khayali daripada memberi sedikit
pengorbanan terhadap siapa yang membentuknya sampai menjadi besar.
“Ibu mau kamu pulang, Nak! Seandainya Ibu mati esok,
setidaknya rasa rindu Ibu terhadapmu sudah terbayarkan. Dan hanya itu saja
permintaanku.” Ibunya mendesak anaknya supaya pulang dan bertemu. Anak ini
tetap bersikukuh lebih baik tidak pulang daripada dipaksakan. Ia berjanji akan
pulang, tapi tidak dalam waktu dekat. Ibu menuruti.
Ibu selalu menunggu penantian anaknya pulang. Tetapi ternyata
semua hanya penantian semu. Berbulan bulan Ibu menunggu, anaknya tak ada niatan
untuk bertemu. Sampai pada waktunya, Ibu yang pergi meninggalkan anak itu selamanya
ke kehidupan yang tak lagi membutuhkan harapan. Anak itu baru datang dan tak
ada lagi waktu untuk diulang.
-Maharani, 2014
No comments