Ketika Gadget Mempengaruhi Psikis Seseorang


source:indiatimes.com 
Pernahkah melihat atau mengalami kejadian dimana kita lebih panik kehilangan ponsel-pintar dibanding dompet? Pernahkah melihat atau mengalami merasa tidak bisa apa-apa ketika gadget tertinggal? Atau, pernahkah melihat atau mengalami sering mengecek, memainkan bahkan melongok setiap menit gadget yg sudah disimpan di tas maupun dikantong? Padahal kita pun tidak melakukan apa-apa?


Jujur, terkadang saya pernah melakukan seperti itu. Tidak dipungkiri memang, gadget saat ini sudah bukan termasuk barang tersier lagi. Mungkin bisa dibilang, hidup seseorang lebih tergantung oleh gadget daripada yang lain. Dimana di era --katanya-- teknologi tinggi ini, intensitas seseorang dalam berinteraksi lebih tinggi melalui media di dalam layar berukuran 2 sampai 7 inch dibanding interaksi secara langsung.

Ketergantungan terhadap gadget maupun kecemasan yang timbul secara tidak sadar dengan cara melakukan pengecekan gadget secara berulang mengakibatkan seseorang mengalami gangguan psikis obsesif-kompulsif. Apa sih Obsesif kompulsif itu? Menurut ilmu psikologi, Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya (sumber:psychologymania.com)

Sama seperti yang dilansir oleh dailymail.co.uk, menurut salah satu profesor psikologi Amerika, Dr Larry Rosen mengatakan bahwa obsesi individu terhadap gadget merupakan salah satu epidemi gangguan psikis. Epidemi obsesif kompulsif ini dapat meningkatkan kecemasan maupun tingkat stress seseorang tanpa di sadari.

Obsesif kompulsif terhadap sebuah gadget juga mempunyai beberapa tingkatan, ada yang ringan bahkan sampai akut. Seseorang yang masih suka mengecek gadgetnya setiap 10 sampai 15 menit (dengan menyalakan layar, melihat tidak ada apapun yang masuk, kemudian mereka simpan kembali ke dalam tas maupun sakunya) masih dibilang ringan. Seseorang yang mulai melakukannya berulang-ulang tanpa sadar kurang dari 10 menit dapat dibilang obsesif kompulsif sedang. Sedangkan seseorang yang mengecek gadgetnya tiap menit tanpa sadar dapat termasuk obsesif kompulsif akut.

Di dalam gadget yang kita punya, pasti kita mengunduh beragam aplikasi sosial media maupun peranti pesan kan? Siapa sih yang tidak kenal facebook, twitter, ВВМ, Whatsapp, Path bahkan blog sekalipun? Ada sih, orang-orang yang tidak memakai gadget pintar atau mungkin pemakai tapi masih gagap teknologi. Cuma, di pertengahan abad 21 yang diisi generasi-generasi Y, pasti tak asing dengan sosial media tersebut.

Menurut penemuan Rosen terhadap 750 orang remaja dan dewasa di Amerika, mereka terserang narsistic atau kecintaan terhadap diri sendiri serta hyper-confidence (percaya diri yang berlebihan). Karena gadget memberikan jalan mencapai kenarsisan dengan mudah, maka tak sedikit kita temukan orang-orang dengan asyik berfoto-foto dan menaruhnya di sosial media mereka. Bahkan ritual sebelum makan pun mengalami pergeseran. Dahulu dimana orang sebelum makan khusyuk membaca doa, sekarang sebelum makan mereka memfoto makanannya terlebih dahulu kemudian menyebarkannya via sosial media, baru makan.

Ternyata, dampak teknologi tidak hanya berpengaruh terhadap pergeseran budaya tapi memang benar bahwa Teknologi Mengubah Segalanya, bahkan sampai perilaku dan kondisi psikis seseorang.

Tapi saya juga tidak munafik, saya juga pernah melakukan seperti itu dengan kadar yang untungnya dalam taraf ringan. Yah namanya juga manusia, bisa khilaf kapanpun dan dimanapun berada. Hehe.

No comments