Balada Disiplin Jam Karet

“Aduh maaf Pak, saya telat! Tadi jalanan macet banget, padahal saya sudah berangkat pagi,” sapa Jono kepada Bosnya yang sudah bermuka masam, melihat jam sudah pukul sembilan pagi. Padahal, aturan kantor Jono masuk pagi itu jam 8 berarti ia sudah telat satu jam. 

Lima belas menit kemudian, datang Anton dengan wajah gusar menyapa atasannya, “maaf Pak,  telat. Kereta saya ada masalah.”

Kasus seperti Jono dan Anton bukan cerita baru, waktu memang jadi hal yang permisif saat ini, apalagi untuk warga Jakarta. Jam karet sepertinya sudah jadi bagian hidup secara langsung maupun tidak langsung, baik disengaja maupun tidak. Seperti kemiskinan yang dibagi menjadi dua macam, struktural dan kultural, fenomena disiplin jam karet pun bisa masuk ke dalam struktur dan kultur bagian dari kedisiplinan waktu.


Kemiskinan struktural menurut teori kemiskinan yaitu kemiskinan yang terjadi disebabkan ketidakmerataan terhadap sumberdaya karena struktur dan peran seseorang dalam masyarakat. Sedangkan kemiskinan kultural memandang bahwa faktor budaya dan kebiasaan (kultural) sebagai penyebab utama kondisi kemiskinan.

Korelasi  antara kemiskinan dengan kedisiplinan waktu di sini,  dinamakan budaya“jam karet” karena seseorang yang memang tidak bisa mempertanggung jawabkan waktu dan memandang sebelah mata kedisiplinan, atau dari dalam dirinya memang merasa malas untuk berurusan dengan ketepatan waktu. Sama halnya seperti kemiskinan kultural, seseorang akan malas bekerja dan terpatri untuk pasrah dengan kehidupannya yang sudah miskin dari akar sampai anak cicit mereka. Dengan kata lain, kemiskinan kultural terbentuk dari pemikiran seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Seperti contoh, melihat saat ini biaya sekolah mahal dan mereka hanya bisa bekerja sebagai buruh, maka orang tua tidak menyekolahkan anaknya.

Ternyata, saat ini permasalahan kedisiplinan dengan jam karet tidak hanya bisa dilihat dari kultural seseorang atau kelompok saja, tetapi struktural pun ikut campur tangan. Apa yang dimaksud struktural dalam hal ini? Kembali kita menilik teori kemiskinan struktural, berasal dari struktur yang menjadi penghambat sehingga suatu orang atau kelompok mengalami kemiskinan. Dalam bahasa, bisa disebut sebagai pemiskinan atau kemiskinan yang sengaja dibentuk, baik oleh struktur pemerintahan, birokrasi atau ketidakmerataan pembangunan.


Sama halnya dengan kemiskinan struktural, disiplin jam karet yang terstruktur berarti disengaja oleh pola strukturisasi sehingga timbullah displin jam karet tersebut. Struktural disiplin jam karet ini bisa jadi karena transportasi umum yang seenaknya atau hambatan-hambatan yang tidak direncanakan oleh diri sendiri untuk telat, tetapi terjadi secara mendadak dan kontinuitas.
Jadi, keterlambatan seseorang atau disiplin jam karet seseorang bisa jadi karena di tengah jalan mereka terjebak kemacetan, padahal sudah berangkat dari pagi buta. Menggunakan transportasi umum ke arah Ibu kota pun bisa menyebabkan disiplin jam karet secara struktural terbentuk. Transjakarta yang sering terlambat dan mengangkut penumpang over capacity, angkutan umum yang ngetem bisa lebih dari setengah jam sendiri, kereta Jabodetabek yang sering mengalami gangguan dan tak pasti kapan mereka datang. Bisa saja menggunakan transportasi umum cepat, seperti ojek, tapi harus mengeluarkan biaya ekstra. Belum lagi kalau hujan, semua jalanan lumpuh karena banjir.

Bukan memberikan permisif bagi seseorang yang suka terlambat datang ke tempat kerja, tapi untuk saat ini, bekerja di daerah urban sudah wajar menemukan orang-orang yang menggunakan waktu bagian jam karet, datang lebih dari waktu yang ditentukan oleh kantor karena ketidaksengajaan halangan yang mereka temukan di perjalanan.

No comments