Daerah “Merah” di Negeri Orange

Red Light District, Amsterdam (source: wikipedia)
Kalau ditanya, apa sih yang menjadi daya pikat negeri Belanda? Pasti jawabannya adalah kincir angin, bunga Tulip, negeri Dam, negara kecil nan sejahtera. Selain hal-hal yang telah saya sebutkan tadi, ketertarikan saya terhadap Belanda adalah salah satu jalan sempit atau gang, yang menyediakan pesona perempuan-perempuan eksotis serta erotis dalam gedung-gedung bernuansa heritage yang sangat klasik di negeri yang memproduksi susu Dutch Lady ini. Yup, saya penasaran dengan De Wallen, Red Light District di kota Amsterdam . Jangan beripikiran ngeres dulu atau saya ingin mendapatkan sesuatu hal yang porno apabila saya ke Belanda. Bukan, bukan itu tujuannya!

Saya ingin melihat salah satu bentuk liberal yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda. Karena yang saya tahu, Red Light District adalah daerah prostitusi legal yang dibentuk dengan tujuan sex tourism, sexual business maupun transaksi seksual di dalamnya. Mungkin kalau di Indonesia, tempat seperti ini terkenal di daerah Surabaya yang bernama Gang Dolly, tetapi perbedaannya,  di Indonesia tempat seperti ini tidak ada kebijakan legalisasinya. Sejarah dari Red Light District dibentuk bermula dari keadaan negara Belanda pada abad pertengahan, untuk mencegah adanya pemerkosaan atau pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pria terhadap wanita agar kesucian seorang wanita tetap terjaga dari gangguan pria-pria yang haus akan seksualitas. Kemudian, dibuatlah satu daerah prostitusi yang berawal dari rumah bordil yang paling besar, dan disana terkumpul perempuan-perempuan yang dipekerjakan sebagai pekerja seks. Walaupun tempat prostitusi, peraturan tetap dibuat dan dijalankan. Tempat tersebut tidak mempekerjakan perempuan yang masih berusia dibawah 18 tahun. Orang-orang yang datang ke daerah tersebut juga harus membayar biaya masuk terlebih dahulu di ujung jalan, dan anak-anak dibawah usia 18 tahun dilarang keras untuk masuk ke dalam daerah ini. Seorang pria Belanda tidak boleh menikahi para pekerja seks yang berada di sana, dan dalam melakukan transaksi mereka juga sadar akan Penyakit Menular Seksual sehingga kesehatan pun harus dijaga.

Sebagai mahasiswi yang mempelajari ilmu kesejahteraan sosial dan fokus dibidang perempuan dan gender, saya ingin mengetahui lebih dalam mengenai kebijakan sosial yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda dalam sektor prostitusi tersebut. Bagaimana bentuk kesejahteraan yang diberikan oleh negara Belanda kepada para pekerja seksual yang sebagian besar adalah perempuan serta aturan akan kesadaran gender seperti apa yang diterapkan oleh pemerintah Belanda tentang kehidupan prostitusi di negaranya.

Belanda adalah salah satu welfare state di negara Eropa bagian barat. Berdasarkan survey kualitas hidup HDI oleh UNDP (2010), Belanda menempati peringkat ke tujuh negara dengan perkembangan kualitas hidup masyarakatnya sangat tinggi. Dilihat dari keseimbangan gender di negara bunga tulip ini hanya 0,174% ketidakseimbangan yang dialami oleh masyarakat di Belanda. Angka yang minim untuk menggambarkan diskriminasi yang dialami oleh perempuan maupun laki-laki.

Red Light District, meskipun kawasan prostitusi tetapi disana merupakan salah satu sumber devisa negara. Didalamnya juga terdapat museum yang menceritakan tentang kebudayaan Belanda dengan sejarah prostitusi di negara tersebut, toko-toko yang menjual barang-barang yang berhubungan dengan seks serta air mancur yang berbentuk penis di depan sebuah toko dan itulah yang membuat menarik karena terlihat nyeleneh.**


**) artikel ini pernah diikuti dalam lomba kompetisi blog studi di Belanda tahun 2011

No comments