Oh Kereta, Aku membencimu tapi Aku membutuhkanmu!


source : moblog.net
Sebagai seorang buruh berpakaian rapi yang berjuang mencari sesuap nasi di Ibukota, saya masih mengandalkan transportasi umum untuk sampai ke kantor. Maklum, gaji saya belum dua dijit jadi masih klejit-klejit. Karena rumah saya berada di daerah suburban, tepatnya di Pamulang nan Gemilang,  saya memanfaatkan kereta untuk sampai cepat ke kantor.


KRL Jabodetabek memang sangat membantu, daripada saya harus naik angkutan umum, bis kota atau Transjakarta. Tapi tetap saja, setiap hari saya masih mengeluh. Keluhannya pun itu-itu saja. Dari rumah penampilan saya sudah rapi, dandan cantik dan wangi. Tetapi, apa yang terjadi setelah saya keluar dari kereta jurusan Sudimara-Tanah Abang-Sudirman? Hanya dua kata, “Tak Berwujud”.

Sia-sia rasanya memakai baju rapi, berdandan dan menyemprotkan satu botol minyak wangi. Di dalam kereta, rasanya saya diantara hidup dan mati. Badan saya yang kurus semakin mengurus. Gencet sana, gencet sini, sikut sana sikut sini, tiap pagi rasanya selalu emosi.

Belum lagi kalau kereta datang telat. Penumpang yang belum terangkut pagi harinya, numpuk jadi satu di kereta selanjutnya. Alhasil, kereta tumpah ruah. Orang-orang bagai cendol yang berjejal-jejalan di dalam gelas es. Tidak jarang anggota badan salah satu penumpang terjepit saat pintu mulai tertutup.

Ada budaya yang lucu saat mau naik kereta, apalagi kalau berada dikerumunan ibu-ibu. Saat pintu kereta dibuka, mereka mulai memasang badan, melonjak masuk ke dalam gerbong.  Semua berdesak-desakkan, tak peduli tangan dan kaki saling beradu dan terlilit-lilit. 

Kereta Commuterline yang ber-AC pun berubah jadi sauna seketika saat para komuter memenuhi delapan gerbong tersebut. Memutar mata, memandang sekeliling, wajah-wajah penumpang bervariasi, ada yang pasrah, mengernyitkan muka, ngantuk, datar. Adapula yang mengeluh, mengumpat, ya termasuk saya yang sering mengumpat dan mengeluh tapi tidak bisa apa-apa. Toh saya masih menggantungkan hidup naik sepur berantai itu, demi mencari sesuap nasi.

Sampai saat ini, PT KAI pun belum ada tanda-tanda untuk memperbaiki fasilitas dan operasionalnya. Masih banyak yang perlu dikelola oleh PT KAI, dari segi gerbong, pelayanan, informasi dari segi pemberitahuan pemberhentian sampai para petugasnya masih kurang memuaskan.

Pernah pengalaman, saya bertanya ke dua petugas kereta yang berbeda dengan pertanyaan sama, “Mas, kereta ke Tanah Abang sudah sampai mana?”

Mas-mas petugas A menjawab sudah sampai Manggarai. Ketika itu saya memang sedang buru-buru ingin segera sampai rumah, saya pikir kalau sudah sampai Manggarai berarti sebentar lagi kereta menuju Sudirman. Antara Manggarai –Sudirman jarak tempuh hanya sekitar 10 menit.

25 menit berlalu, kereta yang katanya sampai di Manggarai belum datang-datang. Akhirnya saya tanya lagi ke petugas B, dia bilang ternyata kereta baru sampai Tebet dan tadi masih di Depok. Saya heran, seharusnya mereka berdua saling berkoordinasi menginformasikan jadwal kereta, agar penanya tak dibuat bingung. Akhirnya saya menunggu lumayan lama, untung saja bukan hal yang fatal.

Ah, cerita mengenai keluh kesah naik ulat besi kalau dirunut tidak akan pernah selesai.  Tinggal menunggu, menunggu dan menunggu suatu penantian, pemerintah memperbaiki dan merekondisi si gerbong panjang itu.

No comments