Maraknya Perkosaan dalam Angkot, Pemerintah yang Bobrok atau Otak Masyarakat Kian Merosot?

sumber : asianclub.files.wordpress.com
Akhir-akhir ini saya merasa penat mendengar ramainya siaran berita mengenai beberapa pelecehan seksual bahkan perkosaan di transportasi umum, khususnya di angkot.  Dari akhir tahun 2011 sampai awal 2012, sudah ada 5 berita santer terdengar mengenai perkosaan dalam angkot dengan korban beragam, dari mahasiswi, karyawati sampai Ibu-ibu pedagang sayuran. Kenapa bisa seperti itu? Pemikiran masyarakat Indonesia kok bukannya maju malah semakin mundur?


Jemu nya lagi, ada saja omongan-omongan yang menggelitik, menyudutkan seorang perempuan dengan menyalahkan cara berpakaian mereka. Sesempit itukah pemikiran masyarakat Indonesia saat ini? Walau saya bukan seorang feminis radikal, tapi menurut saya sungguh itu suatu pemikiran yang sangat picik.

Lalu, bagaimana hukum dan pemerintah menanggapi kasus yang membuat sebagian perempuan merasa terancam keamanannya? Bagaimana tindak tanduk pemerintahan SBY menjamin rasa aman kepada para perempuan-perempuan saat berada di dalam angkutan umum? Bisakah aparat kepolisian menghilangkan rasa takut warga khususnya bagi para perempuan dari ancaman-ancaman pelecehan seksual?

Dalam beberapa kesempatan jumpa pers lalu, pihak Komnas Perempuan pernah menegaskan bahwa pemerintah GAGAL dalam memberikan rasa aman terhadap para perempuan. Seperti kutipan ucapan salah satu aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet berikut ini : “Jelas gagal, dan ini harus dipikirkan dengan serius” (sumber: okezone.com).

Arti kegagalan yang dimaksud, pemerintah masih belum menanggapi secara serius masalah pelecehan seperti ini. Kadang mereka malahan menyalahkan korban dengan menuduh berpakaian yang tidak senonoh, minim sehingga mengundang hasrat kaum lelaki. Padahal itu hanyalah faktor terkecil dari faktor-faktor besar lainnya seperti si pelaku yang seda ng mabuk atau niat dan kesempatan si pelaku untuk melakukan perkosaan. Tidak harus seorang perempuan itu memakai rok mini atau pakaian senonoh, kalau niat dan pikiran mereka saja sudah kotor, mau perempuan dengan pakaian tertutup pun juga dijabanin.

Pihak kepolisian pun masih memandang sebelah mata laporan-laporan mengenai pelecehan seperti itu. Saya jadi ingat ketika saya masih kuliah dan praktikum di Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM, ada seorang gadis melapor kepada pihak kepolisian bahwa dirinya telah diperkosa. Saat hendak membuat laporan berita acara, salah seorang polisi dengan ringan mengatakan, “mungkin itu mau kamu juga kali? Pakaianmu seksi ya?”. Pantaskah seorang aparatur negara mengucapkan seperti itu kepada warga yang telah menjadi korban kejahatan? Tidak hanya itu saja, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian berjalan lambat, bahkan terkesan diulur-ulur.

Masalah hukum, perkosaan jelas merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi : “Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

Dalam pasal tersebut tertulis “pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Oke, artinya itu paling lama. Kenyataannya, masih banyak pelaku perkosaan yang dihukum di bawah 5 tahun penjara. Menurut saya, efek jera masih belum terasa.  Saya berpikir, selain hukum tertulis, mungkin mereka harus menemukan hukum tidak tertulis, hukum sosial yang harus mereka terima dibalik bui. Ya, sodomi saja kemaluannya secara bergilir. Maaf, ini hanya pemikiran tak senonoh saya saja.

Pada akhirnya, untuk mengurangi tindakan pelecehan seksual pemerintah membuat peraturan di beberapa sarana transportasi umum yaitu adanya “tempat khusus wanita” yang ada di kereta dan sekarang sedang digalakkan di Bus TransJakarta. Efektifkah cara seperti itu? Perempuan seakan-akan teralienasi. Laki-laki pun seakan-akan juga teralienasi karena dianggap memiliki “otak porno”, padahal tidak semua lelaki punya pemikiran seperti itu. Ah, memang sudah bangsa kita saja yang pikirannya bobrok! Lalu, apakah suatu saat nanti pemerintah akan menciptakan angkutan umum khusus perempuan?

Saya setuju dengan salah satu artikel seorang perempuan yang sangat saya kagumi karena keseksian pemikirannya, yaitu Mbak Mariska Lubis tentang Penyebab Pemerkosaan: Rok Mini Atau Otak Mini? yang mengatakan, “Untuk menyelesaikan masalah pemerkosaan dan pelecehan seksual, seharusnya kita bisa melihat terlebih dahulu inti permasalahan yang menyebabkan hal ini terjadi. Kondisi psikologis sosial masyarakat sangat berpengaruh yang mendorong jumlah kasus-kasus kriminal seksual terjadi. Tekanan ekonomi, nilai-nilai dan pandangan di dalam masyarakat, stabilitas kondisi masyarakat tidak bisa lepas dari semua ini. Begitu juga dengan pendidikan termasuk sistem pendidikan dan cara mendidiknya. Pemerintah seharusnya berani untuk berjiwa besar mengakui bahwa kondisi keamanan di kendaraan umum memang sangatlah tidak nyaman dan sama sekali tidak aman. Banyak celah yang bisa mendorong terjadinya kejahatan kriminal dalam bentuk apapun yang bisa terjadi di kendaraan umum.”

Banyak faktor penyebab dari adanya perkosaan yang terjadi khususnya di angkutan umum akhir-akhir ini dan faktor-faktor tersebut merupakan mata rantai yang saling tersambungi satu sama lain. Faktor yang paling mendasar bisa kita lihat dari sisi pelaku adalah faktor ekonomi. Minimnya ekonomi suatu masyarakat sehingga mereka kurang maksimal dalam mengenyam pendidikan dan sedikit dari mereka mendapat sosialisasi serta pengetahuan tentang seks. Dari sisi pendidikan keluarga, mereka tergolong minim sehingga akhirnya mereka mencari pengetahuan dari tempat lain, baik dari lingkungan teman pergaulan atau media yang salah sehingga ketika hasrat seks mereka sudah tak terbendung serta adanya kesempatan tanpa melihat apa dan siapa (yang penting perempuan) pada akhirnya mereka melakukan tindakan kejahatan itu.

Dari situlah seharusnya pemerintah bisa melihat, bukan hanya sekedar masalah cara pakaian seorang perempuan atau menyalahkan seorang perempuan pulang malam sendiri tetapi kembali lagi melihat kondisi psikologi dan sosial masyarakatnya, sehingga tidak ada namanya memojokkan maupun mengalienasi salah satu pihak.

No comments