![]() |
Night Train by Sword (source: redbubble.com) |
Aku berdiri diantara para komuter kereta penuh sesak. Didalam gerbong delapan, bersama dengan laju para manusia-manusia yang mempunyai kepentingan duniawi masing-masing, menuju arah Jakarta-Kota. Pemberhentian di stasiun Cikini masih harus melewati kira-kira delapan stasiun lagi. Air conditioner di dalam kereta yang ku tumpangi tidak begitu terasa karena sudah bercampur baur dengan hawa panas manusia dan kumpulan gas CO2 di dalam kereta. Ketika berhenti di stasiun ketiga, aku terpana dengan seseorang yang berada di depanku. Tak ada yang menghalangi pandanganku melihat dia. Aku perhatikan dia dengan seksama dari jarak pandang kurang lebih 50 centimeter. Jarak yang lumayan dekat, tetapi ia tidak sadar akan keberadaanku. Ingin sekali aku berkenalan dan menyapa dirinya, wahai gadis cantik di seberang mata.
Aku bertekad bulat, bagaimanapun caranya harus berkenalan dengan dia. Gadis cantik yang sangat mempesona, dengan mata yang indah, bibir tipis dan hidung yang sempurna. Lebih dari itu, ia sepertinya mempunyai kelebihan lebih dari fisiknya yang hampir sempurna, walaupun saat ini yang kulihat ia hanya berpakaian biasa saja. Hanya memakai rok terusan bermotif bunga, dipadankan dengan kardigan berwarna coklat muda. Rambutnya yang hitam digerai seadanya. Dengan membawa tas jinjing berwarna coklat muda, yang ia sisipkan dengan MP3 player dan headset di telinganya. Sesekali ia ikut bergumam kecil mendendangkan lagu yang ia dengarkan.
Sebelum sampai di stasiun Cikini, aku harus berkenalan dan jangan sampai ia turun di stasiun sebelum Cikini. Aku ingin berkenalan, tetapi aku bingung untuk membuka pembicaraan. Aku memakai jam tangan, jadi tidak mungkin aku menanyakan waktu kepada dirinya. Cara pendekatan konservatif sepertinya. Pura-pura bertanya ini sudah sampai stasiun mana, tepat di depanku berdiri seorang penjaga kereta. Tidak mungkin rasanya untuk menanyakan hal yang tidak logis. Aku terus memutar otak untuk berusaha berkenalan dengannya.
Kereta sebentar lagi memasuki stasiun Tebet. Gadis cantik itu mulai bersiap-siap untuk keluar dari kereta. Aku masih saja mencari cara untuk berkenalan dengannya. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, apakah langsung berkenalan saja? Pagi hari sudah melakukan hal nekad. Biarlah. Tetapi, malu juga rasanya kalau ia memandangku dengan skeptis. Nanti ia akan mengira aku seorang tukang tipu yang suka menghipnotis korbannya di kendaraan umum. Lalu bagaimana? Aku harus berkenalan dengannya. Karena aku merasa, dia gadis yang sangat berbeda. Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?
Sampailah di stasiun Tebet. Oke, kali ini aku benar-benar putus asa. Yasudahlah, mungkin aku tidak berjodoh untuk berkenalan dengan dirinya. Tetapi entah kenapa, ia menjatuhkan sesuatu di lantai kereta. Itu terjadi ketika ia tergesa-gesa memasukkan MP3 player dan headset ke dalam tasnya. Sebuah buku. Buku novel sepertinya yang ia jatuhkan. Novel itu tidak begitu tebal memang, jadi mungkin ia tidak begitu merasakan jatuhnya novel itu. Novel karya seorang novelis yang lumayan terkenal. Aku segera mengambil novel itu, kemudian membuka lembaran yang pertama. Tertera nama dan nomor handphone pemilik buku ini. Wajahku sumringah, akhirnya mendapatkan cara untuk berkenalan dengannya.
08.08.08 08:08 p.m Gerbong 8
Ternyata benar apa yang aku duga. Novel itu benar miliknya. Kami berjanji bertemu di dalam kereta. Gerbong delapan jam delapan lewat delapan malam. Awalnya, sesampainya di kantor, aku segera mengirim pesan singkat kepada pemilik buku itu. Takut-takut ternyata itu buku pinjaman dan bukan milik si gadis cantik itu. lima menit kemudian, ia membalas pesan yang aku kirim. Ternyata benar, buku yang terjatuh di kereta adalah buku miliknya. Aku berusaha menelponnya dan membuat janji bertemu untuk mengembalikan buku itu. Ia menyetujuinya.
Nama gadis cantik itu sangatlah indah, seindah nirwana. Ya, memang nama gadis itu adalah Nirwana. Nirwana yang berarti surga. Nirwana yang berarti khayangan, yang didalamnya terdapat bidadari-bidadari cantik nan mempesona. Pantas saja aku merasa teduh melihatnya seperti melihat surge diatas khayangan. Aku tidak bisa menunggu lama untuk segera bertemu dengannya dan mengembalikan buku novel itu. Jantungku berdegup kencang, seakan lama menanti seorang gadis pujaan hati. Entah kenapa aku merasa percaya diri, bahwa ia bisa menjadi tambatan hati. Kereta yang ku tumpangi akhirnya menuju stasiun Tebet juga. Aku mencari-cari keberadaannya. Di dalam kereta yang penuh sesak manusia-manusia pulang dari kegiatan duniawi mereka. Ia mengirim pesan kepada saya bahwa ia sudah naik kereta, tepatnya di gerbong delapan. Gerbong delapan adalah gerbong terakhir kereta.
Aku tetap berusaha mencari dia di dalam gerbong delapan. Akhirnya, terlihat juga sosok dirinya di pinggir pintu. Aku berusaha berada di sisinya, dengan menerjang orang-orang yang berada disekitarnya. Ku sapa dia. Ia tersenyum. Senyumannya membuatku ingin pingsan. Gadis itu sangat ramah. Ramah sekali. Kami akhirnya berkenalan dan saling berjabat tangan. Walaupun sudah malam, wajahnya masih saja cerah seperti siang. Kecantikannya tidak ada yang pudar. Jantungku teramat sangat berdetak dengan cepat. Untung saja aku tidak lemah jantung.
“terima kasih ya sudah menemukan dan menyimpan novel saya.” Ucapnya dengan sangat ramah. Suaranya lembut dan aku merasa bergetar setiap ia berbicara. Aku terdiam, hanya bisa tersenyum kikuk. Ku berikan novel itu kepada dia, dan kita memulai perkenalan dengan percakapan yang mengalir apa adanya. Di tengah perjalanan, kereta tiba-tiba berhenti dan mati lampu. Gelap dan tidak terlihat apa-apa. Orang-orang berteriak dengan panik. Gelap, pengap dan tiba-tiba mengepul asap yang membuatku sesak nafas. Apa yang terjadi? Aku tidak bisa melihat sama sekali yang terjadi. Aku tak sadar diri.
Aku tersadar dan berada di tempat berbeda. Mulutku terpasang selang oksigen, tanganku penuh dengan infus yang menusuki pergelangan. Kenapa tiba-tiba aku berada di sini? Dimana Nirwana? Ternyata kereta yang ku tumpangi mengalami kecelakaan. Semenjak itu, aku tidak bisa menghubungi Nirwana dan aku tidak tahu kemana Nirwana pergi. Pertemuan dengan gadis pujaan hati yang sangat singkat, bahkan terlalu singkat.
–selesai–
waduh, tragis bangeeet...baru juga kenalan, belum sempat ngapa-ngapain...wkwkwkwk
ReplyDeletereka, mau kasih masukan bolee? :)
si aku dalam cerita ini terasa sangat feminin...mungkin gaya penuturannya terpengaruh sama penulis yg memang cewek..hehehehee...
kritik aja lhoo..itu juga kalo bener, aku kan suka sotoy..hehehehe...
tapi beneran ceritanya bikin sesek napas...gemeeesss!!!
iya bener juga sih, mak.
ReplyDeletemungkin karena faktor penulis cewek jadi gaya bicaranya kurang maskulin.
masih belajar, hehehe.
makasiih maak masukannya! :D
aku seneng menerima kritik kok, apalagi kritik singkong.
zzz..